SENI: Anugerah untuk Mengekspresikan Keindahan Ilahi
“Tuhan tidak hanya memberikan kepada manusia kapasitas untuk mempersepsi, namun juga kemampuan mengekspresikan apa yang dilihat dan dirasakan atas keindahan.”
– Pdt. Ivan Kristiono
Seni dan Sains: Dua Cara Berelasi dengan Ciptaan
Dalam kehidupan manusia, terdapat dua pendekatan utama dalam berelasi dengan ciptaan: mode saintifik dan mode seni. Keduanya merupakan anugerah Tuhan, tetapi memiliki karakter dan tujuan yang berbeda, serta tidak boleh saling menggantikan atau dianggap satu lebih unggul dari yang lain.
1. Mode Saintifik
Mode ini merupakan pendekatan yang analitis dan teknologis, di mana manusia berusaha memahami ciptaan dengan membedah, mengkategorikan, dan mencari pola-pola rasional di baliknya. Tujuan utama pendekatan ini adalah untuk menguasai dan mengelola alam demi efisiensi dan kebermanfaatan.
Contohnya: penelitian ilmiah, perancangan teknologi, dan penggunaan logika sistematis dalam memahami dunia.
- Jacques Ellul, seorang sosiolog Kristen, memperingatkan bahaya ketika pendekatan ini menjadi satu-satunya cara kita memandang dunia. Ia menyebutnya sebagai ancaman ‘techne’, yaitu reduksi realitas menjadi hanya soal efisiensi dan produktivitas.
-
Jürgen Habermas juga menyuarakan kritik terhadap kecenderungan modernitas yang menjadikan rasio instrumental sebagai satu-satunya standar. Artinya, segala sesuatu diukur dari kegunaan dan hasilnya semata.
2. Mode Seni
Sebaliknya, mode seni adalah pendekatan yang bersifat kontemplatif dan ekspresif. Melalui seni, manusia menikmati ciptaan, merayakan keindahan, dan bahkan menangisi kerusakan dunia.
Seni tidak selalu bertujuan memberikan solusi, melainkan mengajak kita berhenti sejenak, melihat lebih dalam, dan merespons ciptaan dengan rasa, imajinasi, dan kepekaan hati.
Seni juga memungkinkan manusia untuk:
- Mengungkapkan kekaguman atas karya Allah,
- Menyalurkan kesedihan terhadap ketidakadilan dan penderitaan,
- Mengkomunikasikan harapan dan keindahan secara kreatif kepada orang lain.
3. Keduanya Valid, Tidak Saling Menggantikan
Mode saintifik dan seni bukan dua kutub yang bertentangan, melainkan dua cara yang saling melengkapi dalam memahami dan merespons ciptaan.
- Sains membantu kita memahami “bagaimana” dunia bekerja,
- Sedangkan seni mengajak kita merenungkan “mengapa” dunia ini begitu indah dan bermakna.
Pendekatan seni menghidupkan rasa, membangkitkan empati, dan memperkaya pengalaman spiritual manusia, sedangkan pendekatan sains membawa kita pada penguasaan teknologi dan solusi praktis kehidupan.
"Dalam terang iman Kristen, keduanya adalah karunia Allah yang mengundang kita untuk mengenal dan berelasi dengan ciptaan-Nya secara utuh — dengan akal sekaligus rasa, logika sekaligus keindahan."
Seni adalah Anugerah, Bukan Elitisme
seni bukanlah milik eksklusif mereka yang dianggap "berbakat" saja. Sebaliknya, seni adalah anugerah Tuhan bagi seluruh umat manusia. Tuhan menciptakan manusia dengan kapasitas mempersepsi dan mengekspresikan keindahan, yang berarti setiap manusia memiliki potensi berkesenian.
Sekolah Kristen Calvin (SKC) meyakini bahwa seni adalah bagian dari kemanusiaan, bukan hanya prestasi segelintir orang. Maka, SKC mendorong semua siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan seni, baik menggambar, menyanyi, bermain musik, menari, menulis syair, dan sebagainya. Ini adalah wujud pendekatan inklusif yang mengakui bahwa seni adalah bagian dari panggilan hidup manusia yang diciptakan segambar dengan Allah yang indah.
Kritik terhadap Elitisme Seni
Artikel ini juga mengangkat kritik terhadap pandangan elitis tentang seni. Salah satu contohnya adalah Marcel Duchamp dengan karya kontroversialnya The Fountain (Urinal). Melalui karya tersebut, Duchamp menggugat eksklusivitas dunia seni, yang selama ini dianggap hanya berlaku bagi karya-karya mahal dan tersimpan di museum. Ia membawa barang sehari-hari ke ruang pameran, untuk menunjukkan bahwa seni bisa hadir dalam bentuk dan konteks apa pun.
"Pesan ini sejalan dengan nilai Kristiani yang menghargai setiap ekspresi keindahan, bukan hanya yang berstandar “tinggi” menurut budaya populer atau industri selebritas."
Implementasi di SKC:
SKC mewujudkan nilai ini dengan membuka ruang yang inklusif bagi seluruh siswa, bukan hanya mereka yang dianggap punya “bakat seni”. Kegiatan seni di SKC bersifat partisipatif, bukan kompetitif semata. Dengan demikian, setiap siswa dapat mengembangkan sisi kemanusiaannya secara utuh — tubuh, jiwa, dan roh — termasuk dalam hal mengekspresikan keindahan, sukacita, atau pergumulan hidup melalui seni.
Teknik & Rasa – Dua Pilar Pengajaran Seni di SKC
Di Sekolah Kristen Calvin (SKC), pendidikan seni tidak hanya berfokus pada aspek teknik, tetapi juga pendidikan rasa. Artinya, siswa tidak sekadar diajarkan cara memegang pensil atau kuas, teknik bernyanyi, teknik arsir, dan lain sebagainya — tetapi juga diajak untuk melatih kepekaan mereka terhadap keindahan dan realitas hidup.
Teknik penting, namun seni bukan hanya soal keterampilan tangan atau suara. Di balik goresan kuas atau alunan nada, ada rasa yang diolah, yaitu kepekaan terhadap emosi, situasi sosial, keadilan, dan kebaikan. Karena itu, SKC menekankan bahwa pendidikan seni mencakup juga dimensi emosional dan spiritual, seperti:
- Kepekaan terhadap keindahan dan kerusakan ciptaan
- Empati terhadap penderitaan dan sukacita sesama
- Estetika dalam menilai dan merespons dunia dengan penuh hormat
Seni sebagai Pembentuk Karakter Pemimpin
Seni menjadi alat pembentuk karakter dalam pendidikan Kristen. Dalam latihan seni, siswa belajar menjadi manusia yang lebih utuh — bukan hanya cerdas, tapi juga peka. Kemampuan ini sangat penting bagi calon pemimpin masa depan, baik di keluarga, masyarakat, maupun bangsa.
“Melalui latihan kepekaan rasa, siswa diharapkan juga mampu merasa, baik kelak ketika menjadi seorang pemimpin, ketika hidup dalam masyarakat, atau ketika menjadi pemimpin keluarga.”
Dengan demikian, seni bukan hanya media ekspresi, tetapi juga media pembentukan hati dan nilai, agar siswa dapat melihat dunia bukan hanya dengan logika, tetapi juga dengan kasih dan pengharapan.
Seni: Bahasa Imajinasi untuk Membagikan Kebaikan dan Kebenaran
Seni dalam pandangan Kristen bukan hanya ekspresi diri, tetapi juga merupakan bentuk komunikasi — sebuah cara membagikan isi hati yang dipenuhi oleh firman Tuhan dan pengalaman akan kehadiran-Nya dalam hidup. Seni menyampaikan pesan bukan melalui argumen logis, tapi melalui imajinasi, rasa, dan bentuk-bentuk simbolik yang menyentuh hati.
Seperti dikatakan dalam artikel: “Seorang seniman adalah seorang pembagi keindahan. Ia melihat, membingkai, menyajikan, dan membagi pengalaman keindahan yang menggerakkannya.”
Seni sebagai Media Komunikasi yang Efektif:
Seni memiliki kuasa pengaruh yang kuat karena ia berbicara langsung kepada dimensi imajinatif manusia. Dalam sejarah, kita melihat bahwa lagu-lagu perjuangan seperti Indonesia Raya bukan hanya membakar semangat, tetapi juga menyatukan bangsa, bahkan lebih dalam dari pidato-pidato formal. Demikian pula, puisi, film, drama, dan novel menjadi sarana komunikasi nilai yang ampuh dan abadi.
Seniman Kristen sebagai Pembawa Pesan Injil:
Dalam terang iman Kristen, seniman dipanggil untuk membagikan apa yang baik, indah, dan benar. Baik itu melalui sukacita atas keajaiban ciptaan, maupun kesedihan dan kemarahan terhadap ketidakadilan, seorang seniman Kristen mengolah perasaan itu dan membagikannya kepada sesama sebagai bagian dari kesaksian hidup.
Seni menjadi media profetik dan pastoral:
- Profetik, ketika mengkritik kejahatan dan ketidakadilan.
- Pastoral, ketika menghibur dan menguatkan sesama.
“Seniman adalah pembagi keindahan.”
“Ketika seorang Kristen melihat hal yang menakjubkan, yang indah, yang mencengangkan, yang baik, maka ia membagikannya melalui seni.”
Mari Rayakan Anugerah Seni bersama SKC